Connect with us

Jakarta

LKPP Resmi Menerima Organisasi Wartawan Kompetensi Indonesia

Published

on

 373 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com – Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP secara resmi menerima organisasi pers WAKOMINDO atau Wartawan Kompetensi Indonesia terkait persoalan terbitnya Peraturan Gubernur, Walikota, dan Bupati tentang anggaran publikasi media yang dinilai diskriminatif dan bertentangan dengan Surat Edaran Kepala LKPP nomor 5 tahun 2022 tentang Penegasan Larangan Penambahan Syarat Kualifikasi Penyedia dan Syarat Teknis dalam Proses Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Surat pengaduan WAKOMINDO kepada LKPP direspon positif dengan mengundang jajaran WAKOMINDO mengikuti rapat bersama dengan jajaran LKPP pada Senin (6/2/2023) siang di kantor LKPP Kompleks Rasuna Epicentrum jalan Epicentrum Tengah Lot 11 B DKI Jakarta.

Jajaran WAKOMINDO yang dipimpin Ketua Umum Dedik Sugianto, bersama Ketua dan anggota Dewan Pengawas Heintje G Mandagie dan Soegiharto Santoso, serta Dewan Penasehat Mangapul Matondang diterima langsung Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum, Emin Adhy Muhaemin dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sistem Informasi dan Umum Shahandra Hanitiyo, bersama jajaran humas.

Pada kesempatan ini Ketum WAKOMINDO Dedik Sugianto menyampaikan langsung aspirasi dari ribuan media massa yang mengalami diskriminasi dan terhalang hak ekonominya untuk mengelola anggaran publikasi akibat adanya Peraturan Gubernur, Walikota, dan Bupati yang memberatkan perusahaan pers.

“Kami mempersoalkan adanya penambahan persyaratan kerjasama publikasi dengan pemerintah daerah, perusahaan wajib terverifikasi Dewan Pers. Dan syarat Pemimpin Redaksi harus mempunyai UKW Dewan Pers,” ujar Dedik menjelaskan.

Dedik menambahkan, seluruh anggota dan pengurus WAKOMINDO adalah wartawan yang sudah memiliki sertifikat kompetensi berlogo Garuda dari BNSP melalui LSP Pers Indonesia dan memiliki hak yang sama untuk bekerjasama dengan Pemda.

Sementara itu, Ketua Dewas WAKOMINDO Hence Mandagi turut diberi kesempatan memaparkan tentang Sertifikasi Kompetensi LSP Pers Indonesia dan Sertifikat Media yang diterbitkan DPP Serikat Pers Republik Indonesia.

“Ada contoh Pemkot Mojokerto yang membuat aturan jelas dan tidak diskriminatif. Semua diakomodir, baik UKW dan SKW, serta verifikasi Dewan Pers dan Sertifikat Media lembaga yang setara Dewan Pers,” ungkap Mandagi.

Menanggapi laporan WAKOMINDO, Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum LKPP, Emin Adhy Muhaemin menyambut baik pemaparan jajaran WAKOMINDO.

“Surat edaran LKPP tentang larangan bagi pemerintah membuat regulasi penambahan syarat kualifikasi penyedia dan syarat teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah didasari banyaknya laporan masyarakat ke LKPP,” ungkap Emin saat memberi tanggapan atas pemaparan dari tim WAKOMINDO.

Dia juga menjelaskan, pihak LKPP sudah pernah menghapus peraturan tambahan yang mempersulit proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Namun saat ini sudah mulai ada pelanggaran dengan memasukan kembali peraturan tambahan yang sudah pernah dihapus tersebut. Untuk kasus perusahaan pers baru kali ini masuk aduan,” terangnya.

Emin pun berjanji akan mempelajari seluruh dokumen dan permasalahan yang diadukan atau dilaporkan WAKOMINDO, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Nomor 40 Tahin 1999 tentang Pers.

“Dalam satu atau dua minggu kedepan kami akan undang meeting lanjutan untuk membicarakan hasil kajian tentang permasalahan ini,” ujarnya.

Sementara Dewan Pengawas Soegiharto Santoso memberi apresiasi atas respon positif LKPP terhadap laporan WAKOMINDO yang meneruskan aspirasi ribuan media dan puluhan ribu wartawan se-Indonesia yang mengalami diskriminasi oleh pemda.

“Kami berharap dan yakin LKPP tidak akan diintervensi oleh siapapun dan akan mengakomodir kepentingan media dan wartawan yang tersertifikasi BNSP melalui LSP Pers Indonesia,” ujar Hoky sapaan akrabnya.

Pada kesempatan yang sama Koordinator Asesor penguji kompetensi LSP Pers Indonesia Mangapul Matondang yang ikut hadir rapat, mengatakan, sesuai edaran Kepala LKPP nomor 5 tahun 2022 jelas persyaratan pengadaan barang/ jasa tidak boleh diskriminatif. Jadi kami minta LKPP dapat membuat regulasi tentang media dan wartawan yang juga belum SKW dan UKW sekalipun agar tidak ada yang merasa terabaikan,” imbuh Mangapul yang jauh-jauh dari Batam ke Jakarta untuk ikut pertemuan ini.

Di tempat terpisah, penasihat hukum WAKOMINDO Vincent Suriadinata, SH, MH dari Mustika Raja Law Office, mengomentari terkait dampak hukum jika ada peraturan atau larangan dari LKPP namun tetap dilanggar oleh Pemda. Menurutnya LKPP tidak bisa memberi sanksi. “Namun auditor, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan bisa melakukan pemeriksaan apakah pengadaan barang dan jasa di kantor pemerintah daerah atau pusat sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan LKPP atau tidak,” kata Vincent menjelaskan.

Vincent menambahkan, jika hasil audit pihak auditor BPK menemukan ada pelanggaran atau peraturan LKPP tidak diindahkan atau tidak dilaksanakan maka ada sanksi hukumnya. “Temuan auditor itu bisa diteruskan ke KPK atau ke Kejaksaan dan Polri. Karena itu merupakan hasil audit sehingga dapat dijadikan dasar pelaporan ke aparat penegak hukum,” pungkas pengacara muda lulusan Pasca Sarjana Universitas Indonesia. (Release).

Advertisement

Jakarta

Jebakan Batman Ranperpres, Dewan Pers Ingin Jadi Lembaga Pemerintahan

Published

on

 390 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com Kericuhan Dewan Pers dan para konstituennya saat pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang media berkelanjutan, sempat menjadi tranding topic di kalangan insan pers tanah air.

Selain memalukan, Dewan Pers dan konstituen mempertontonkan silang pendapat para elit pers bak ‘perang Bharatayuda’ di depan pejabat Kementrian Kominfo dan Kemenkopolhukam.

Entah kepentingan kelompok pers mana yang tengah diperjuangkan dua kelompok elit pers yang biasanya terlihat mesra ini.

Yang pasti, ada ‘bau-bau’ kepentingan oligarki tercium di tengah pembahasan Perpres ini. Kue belanja iklan yang hanya 15 persen dari total belanja iklan nasional itu, diakal-akalin dengan kemasan isu monopoli 60 persen belanja iklan oleh perusahaan platform digital asing, sehingga urgensi perpres perlu dikebut.

Padahal yang justeru memonopoli belanja iklan di Indonesia adalah media televisi nasional yang menguasai 78 persen dari total belanja iklan nasional.

Pihak Dewan Pers sendiri sudah menyetor kepada Kemenkominfo Draft Rancangan Peraturan Presiden tahun 2023 tentang “TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAAN PLATFORM DIGITAL UNTUK MENDUKUNG JURNALISME BERKUALITAS.”

Kemenkominfo yang dikejar setoran makin bergairah dan tancap gas untuk memenuhi perintah deadline dari Presiden RI Joko Widodo agar perpres tersebut jangan lewat sebulan setelah perwakilan pers bertemu Kominfo.

Perpres media berkelanjutan ini pun dikebut meski mendapat penolakan keras dari berbagai pihak termasuk  oleh sejumlah konstituen Dewan Pers sendiri.

Ramai diberitakan, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia -SMSI, Firdaus mengingatkan pihak pemerintah agar dalam penyusunan draf publisher right platform digital, tetap memperhatikan masukan-masukan Ketua Dewan Pers sebelumnya, almarhum Azyumardi Azra.

Dia menandaskan, agar jangan ada agenda terselubung untuk membunuh perusahaan pers start up yang sekarang berkembang dan 2000 perusahaan di antaranya di bawah binaan SMSI.

Sayangnya, Dewan Pers dan Kemenkominfo tak menghiraukan semua masukan dan penolakan. Malah pembahasan terus berlanjut di lokasi berbeda. Bak pepatah kuno, ‘anjing menggonggong khafila berlalu’.

Terlepas dari ‘perang saudara’ Dewan Pers dan para konstituennya, ada persoalan lain yang lebih substansial dari wacana penerbitan Perpres media berkelanjutan ini.

Bahayanya, Perpres ini bakal mencederai dan menghianati perjuangan kemerdekaan pers tahun 1999. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 lahir dengan semangat swa regulasi demi menjamin kemerdekaan pers.

Oleh sebab itu, tidak ada turunan peraturan ketika UU Pers ini disahkan pada tahun 1999. Karena pada paragraf akhir dalam bagian Penjelasan Bab I Ketentuan Umum disebutkan : “Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”

Dasar hukum dalam menerbitkan Perpres dengan nama kerennya Publisher Rights ini, salah satunya adalah UU Pers di samping UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tentunya Perpres ini jadi sangat bertentangan dengan UU Pers itu sendiri.

Parahnya, pada draft perpres yang diajukan Dewan Pers, terdapat banyak pasal yang justeru telah menempatkan Dewan Pers sebagai regulator bukan lagi sebagai fasilitator atau lembaga independen sebagaimana diatur dalam UU Pers. Dan itu jelas telah merubah fungsi Dewan Pers menjadi Lembaga Pemerintahan yang mengatur perijinan atau regulasi.

Jika Perpres ini disahkan Presiden, maka pemerintah menempatkan Dewan Pers bukan lagi lembaga independen melainkan sebagai lembaga pemerintah.

Pada draft perpres yang diajukan Dewan Pers, Pasal 5 ayat (1) disebutkan : “Perusahaan Platform Digital ditetapkan oleh Dewan Pers berdasarkan  kehadiran signifikan dari Perusahaan Platofrm Digital di Indonesia.”

Kemudian muncul lagi di Pasal 6 : “Tata cara dan mekanisme pengukuran kehadiran signifikan Persuahaan Platform Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan oleh Dewan Pers.”

Sementara pada Pasal 8 Ayat (1) disebutkan : “Perusahaan pers yang berhak mengajukan permohonan kepada Dewan Pers atas pelaksanaan tanggung jawab Perusahaan Platform Digital adalah Perusahaan Pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers.” Dan Ayat (2) :  “Perusahaan Pers yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dapat mengajukan permohonan verifikasi kepada Dewan Pers.”

Pada bagian akhir dibuat aturan bahwa untuk mewujudkan kesepakatan bagi hasil antara perushaaan pers dan Perrusahaan Platform Digital, Dewan Pers lah yang yang membuat atau membentuk pelaksana.

Mencermati kondisi ini, Dewan Pers dan Pemerintah mungkin lagi terserang penyakit “amnesia”. Karena baru-baru ini ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar tahun 1945.

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK menyatakan, beberapa ketentuan dalam UU 40/1999 yang mengatur jaminan kebebasan pers yaitu : poin ke sembilan, “Pengaturan mandiri (self regulation) dalam penyusunan peraturan di bidang pers dengan memberikan ruang bagi organisasi-organisasi pers dalam menyusun sendiri peraturan – peraturan di bidang pers dengan difasilitasi oleh Dewan Pers yang independen.”

Pada bagian penting pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK mengutip keterangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, bahwa ketentuan UU Pers memiliki makna bahwa fungsi Dewan Pers adalah sebagai fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers, dan bukan sebagai lembaga pembentuk peraturan (regulator).

Mahkamah mempertimbangkan bahwa tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembang kan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.

Tujuan tersebut dicapai antara lain dengan adanya peraturan-peraturan di bidang pers yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun demikian, agar tetap menjaga independensi dan kemerdekaan pers maka peraturan di bidang pers disusun sedemikian rupa tanpa ada intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan Pers itu sendiri.

Dengan adanya putusan MK tersebut, jika Perpres dipaksakan maka akan bertentangan dengan putusan MK. Karena pemerintah melakukan intervensi dengan membuat Peraturan Presiden sebagai regulasi buat pers.

Presiden, Kementrian Kominfo, dan Dewan Pers harusnya menghormati putusan MK dan menjadikannya sebagai dasar pembentukan peraturan di bidang pers adalah swa regulasi atau hanya organisasi pers yang berhak menyusun peraturan pers.

Dewan Pers saja tidak boleh membuat atau menentukan sendiri isi peraturan pers menurut UU Pers, namun Presiden justeru hendak membuat peraturan pers.

Kondisi ini memang tidak mengejutkan. Sebab selama ini pers Indonesia seolah-olah hanya milik elit pers. Tak heran Dewan Pers sering menjadi sasaran kritik pergerakan kebebasan pers.

Regulasi media yang akan dibuat lewat Perpres media berkelanjutan itu pada intinya akan mengatur penyaluran iklan dari Perusahaan Platform Digital ke perusahaan pers.

Selama ini platform digital milik asing menyalurkan iklan ke perusahaan pers secara langsung tanpa perantara. Meskipun penghasilan media online dari bekerjasama dengan Platform Digital asing sangat minim, namun pembagiannya cukup merata di seluruh Indonesia. Atau ada ratusan ribu media online yang bergerak di bidang pers maupun non pers, yang menerima iklan dari platform digital asing.

Tak ada regulasi yang mengatur kerjasama tersebut. Penghasilan media tergantung dari kekuatan berita yang dipublish, apakah dibaca orang atau tidak. Sayangnya, penghasilan media yang sangat kecil dari paltform digital asing itu pun nantinya bakal dikuasai kelompok elit pers di Dewan Pers lewat pemberlakuan Perpres media berkelanjutan.

Menyikapi kondisi ini, penulis menyarakan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, sebaiknya pemerintah membuat regulasi jangan tangung-tanggung. Gunakan saja dasar UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga tidak perlu menggunakan UU Pers.

Selain itu sebaiknya pemerintah menggunakan UU Kamar Dagang dan Industri, sebagai tambahan dasar hukum Perpres.

Sebagai masukan bagi pemerintah, monopoli belanja iklan nasional oleh perusahaan lembaga penyiaran atau TV nasional justeru harus dibuatkan regulasi agar tidak ada praktek monopoli.

Di negara ini ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri yang mengatur tentang upaya mengembangkan iklim usaha yang sehat, meningkatkan pembinaan dunia usaha, mengembangkan dan mendorong pemerataan kesempatan yang seluasluasnya bagi masyarakat pengusaha untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Dari pada pemerintah sibuk mencampuri urusan pers yang sudah menutup ruang bagi pihak luar menyusun peraturan pers termasuk pemerintah, lebih baik pemerintah mengurus pemerataan belanja iklan nasional yang kini dimonopoli oleh segelintir orang dan perusahaan yang berdomisili di Jakarta.

Karena berbicara pelarangan persaingan usaha tidak sehat maka pengusaha yang melanggar ketentuan itu yang harus diatur, dalam hal ini perusahaan Agency Periklanan dan pengusaha platform digital, baik lokal maupun asing.

Lembaga yang paling tepat melakukan itu berdasarkan aturan perundang-undangan adalah Kamar Dagang dan Industri atau KADIN.

KADIN diberikan kewenangan oleh UU Kadin, pada Pasal 7 huruf (f), untuk melakukan kegiatan : “penyelenggaraan upaya memelihara kerukunan di satu pihak serta upaya mencegah yang tidak sehat di pihak lain di antara pengusaha Indonesia, dan mewujudkan kerjsama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha.”

Kemudian pada huruf (g) : “penyelenggaraan dan peningkatan hubungan dan kerja sama antara pengusaha Indonesia dan pengusaha luar negeri seiring dengan kebutuhan dan kepentingan pembangunan di bidang ekonomi sesuai dengan tujuan Pembangunan Nasional,”

Dengan demikian, urusan perdagangan, perindustrian, dan jasa, menurut perundang-undangan adalah kewenangan KADIN bukan Dewan Pers. Akan sangat rancu dan aneh jika Dewan Pers ‘kegenitan’ ingin diberi kewenangan mengatur urusan perdagangan, perindustrian, dan jasa yang jelas-jelas merupakan domain KADIN.

Dewan Pers hanya diberi fungsi oleh UU Pers sesuai pasal 15 Ayat 2. Di luar pasal itu Dewan Pers harusnya tau diri dan tidak boleh bermimpi menjadi regulator.

Presiden memiliki niat yang tulus untuk membuat regulasi agar terjadi pemerataan perolehan iklan bagi perusahaan pers di seluruh Indonesia. Jadi informasi tentang monopoli belanja iklan nasional oleh Televisi Nasional juga perlu diketahui Presiden.

Jangan-jangan selama ini Presiden tidak terinformasi soal belanja iklan nasional hanya dimonopoli oleh segelintir pengusaha di Jakarta saja. Perputaran uang di bisnis ini kini mencapai lebih dari Rp.200 triliun pertahun namun tidak ada satu lembaga pun di negeri ini yang berani mengutak-atik.

UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sejatinya harus diberlakukan terhadap distribusi belanja iklan yang hanya terpusat di Kota Jakarta saja. Padahal pada ketentuan umum UU ini menyebutkan :

“ Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Disebutkan pula dalam ketentuan umum UU ini tentang : “Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”

Pada bagian yang sama disebutkan pula : “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”

Yang melanggar pasal tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ada sanksi pidana dan denda yang cukup besar.

Untuk mengatasi atau menghidari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka Pemerintah telah membuat UU Kadin untuk memberi peran strategis kepada KADIN dalam  memastikan tidak ada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di lingkungan pengusaha dan perusahaan di Indonesia.

Oleh karena yang ingin diatur Presiden adalah kerjasama perusahaan platform digital asing dengan perusahaan pers maka sistem yang berlaku adalah bisnis to bisnis. Jadi bukan menyangkut karya jurnalistik yang menjadi domain Dewan Pers dan organisasi pers.

Bagaimana mungkin Dewan Pers mau mengatur pengusaha media tentang  tata cara perusahaannya berbisnis dengan perusahaan asing. Fungsi pengaturan bisnis to bisnis tidak ada dalam fungsi Dewan Pers pada UU Pers.

Jika Presiden sampai memakai draft Perpres yang disodorin Dewan Pers maka itu berpotensi mencoreng prestasi gilang – gemilang Jokowi selama dua periode pemerintahannya.

Presiden Jokowi tidak boleh dijebak dan diperhadapkan dengan dilema untuk mengeksekusi Perpres versi Dewan Pers. Ini namanya Rancangan Peraturan Presiden atau Ranperpes bisa jadi jebakan batman bagi Presiden Jokowi.

Mayoritas pers di seluruh Indonesia justeru menunggu langkah berani Presiden Jokowi membuat regulasi agar belanja iklan nasional tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang saja. Presiden harus mampu memberdayakan KADIN dalam masalah monopoli belanja iklan media agar dapat membantu pengusaha media lokal yang merupakan mayoritas masyarakat pers yang selama ini terabaikan dan termarjinalisasi.

Karena banyak pemilik atau pengusaha media yang bukan berprofesi sebagai wartawan sehingga tidak pas jika dipaksa berbisnis dengan menggunakan UU Pers.

Organisasi Perusahaan Pers yang menjadi bagian dalam UU Pers  hanya berlaku untuk memastikan Perusahaan Pers menghasilkan karya jurnalistik yang bertanggung jawab dan mematuhi kode etik jurnalistik.

Ketika pengusahanya atau perusahaan itu bersentuhan dengan bisnis maka aturan perundangan yang berlaku tentunya menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan perlindungan usahanya menggunakan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (RLS).

Continue Reading

Jakarta

Ferdy Sambo di Vonis Hukuman Mati oleh PN Jakarta Selatan

Published

on

 525 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com – Ferdy Sambo divonis hukuman mati setelah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Vonis itu dijatuhkan hakim di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel seperti dikutip dari detikNews, Senin (13/2/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo hukuman mati,” imbuhnya.

Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Baca juga:
Suara dari Warung Bandung: Tuhan Tunjukkan Kejahatan Ferdy Sambo
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam putusannya, hakim menyatakan dalih adanya pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, tidak memiliki bukti yang valid. Hakim juga menyatakan sangat kecil kemungkinan Brigadir Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri yang dinilai punya posisi dominan terhadap Yosua selaku ajudan suaminya.

Hakim juga menyatakan motif dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua tidak wajib dibuktikan. Alasannya, motif bukan bagian dari delik pembunuhan berencana.

Hakim juga menyatakan unsur dengan sengaja, unsur merencanakan serta unsur merampas nyawa Yosua yang didakwakan terhadap Sambo telah terbukti. Selain itu, hakim juga meyakini Sambo menggunakan sarung tangan hitam dan ikut menembak Yosua dengan senjata jenis Glock 17.

Hakim menyatakan ada sejumlah hal yang memberatkan vonis Sambo, salah satunya perbuatan Sambo mencoreng citra Polri. Hakim menyatakan tidak ada hal meringankan bagi Sambo.

Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup

Ferdy Sambo sebelumnya dituntut hukuman penjara seumur hidup. Jaksa meyakini Ferdy Sambo terbukti merencanakan pembunuhan Yosua. Tak ada hal meringankan perbuatan Sambo.

“Menuntut supaya majelis hakim PN Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata jaksa saat membacakan tuntutan di PN Jaksel, Jumat (17/2).

“Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup, ” imbuhnya.

Baca juga:
Hakim di Sidang Vonis Ferdy Sambo: Terdakwa Menembak Yosua!
Sambo diyakini jaksa melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga diyakini melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Jaksa menilai tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan yang dilakukan Sambo. Jaksa menyatakan Sambo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Artikel ini telah tayang di detikNews dengan judul Terbukti Rencanakan Bunuh Yosua, Ferdy Sambo Divonis Mati. 

 

Continue Reading

Jakarta

Mengganggu Pekerjaan Jurnalis dia Punya Kesalahan yang ingin di tutupi

Published

on

 392 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com – ‘Pekerjaan jurnalis jangan diganggu, siapa yang menggangu jurnalis berarti dia punya kesalahan yang ingin ditutupi atau ingin menutupi kesalahan orang lain ‘sampai ‘Mahmud MD Menkopolhukam RI.

Disisi lain, menurut kadiv humas polri-Ri ‘Irjen ‘Dedi Prasetyo, tugas – tugas jurnalistik dilindungi oleh konstitusi, tugasnya jurnalis dalam rangka untuk memberikan informasi, literasi & edukasi kepada masyarakat tentang semua peristiwa semua kejadian yang terjadi dimanapun di negara kesatuan Republik Indonesia.

Sambungnya lagi, oleh karenanya ! seluruh elemen dari eksekutif, legislatif & yudikatif serta aparat penegak hukum (APH) harus mampu bersinergi, mampu berkomunikasi & justru melindungi teman – teman media dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai jurnalistik.

Ditambahkannya, jangan sebaliknya tindakan – tindakan mengintervinsi ataupun tindakan-tindakan lain yang melanggar hukum, institusi polri akan bertindak tegas. himbau; ‘Kadiv Humas Polri. ‘Dedi Prasetyo.

Sekedar informasi tentang kemerdekaan pers,, apabila setiap orang yang secara sengaja mengintervinsi, menghambat & menghalangi-halangi tugas-tugas jurnalistik, serta melanggar ketentuan undang – undang nomor 40 tahun 1999.

Dan pasal; 4 ayat, 2 & 3 pasal; 18 ayat, 1 & 2 pasal; 13, ‘akan dipidana dengan penjara paling lama 2 (Dua) tahun & denda rp 500.000.,000.,00 (Lima ratus juta rupiah). serta pasal; 9 ayat, 2 & pasal; 12. ‘akan dipidana dengan pidana denda rp: 1.000.000.000.00 (Satu milyar rupiah). “(Tim/Red).

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!