Connect with us

Praktisi Hukum

Merosotnya Moral di – Era Globalisasi Kemajuan Tecnology

Published

on

 5,061 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) memang memberikan dampak yang positif di era globalisasi kemajuan teklnologi di segala bidang. Namun hal ini tidak menutupi adanya penyalahgunaan atas perkembangan teknologi tersebut. Seperti contoh menciptakan permainan yang tidak mencerminkan nilai nilai kemanusiaan yang beradab, dalam pandangan budaya, negara kita Indonesia termasuk ke dalam negara yang menganut budaya timur. budaya orang timur terutama Indonesia lebih mengedepankan tata krama atau biasa disebut dengan unggah-ungguh di dalam kehidupan bermasyarakatnya di Indonesia setiap aspek kehidupan diatur dengan menggunakan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Bicara soal teknologi dalam permainan atau yang sering kita sebut dengan game adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk menghibur diri dari rasa jenuh.

Seiring berkembangnya IPTEK pada era globalisasi yang semakin maju dan modern ini membuat banyak beredarnya berbagai jenis games. tak hanya untuk sekedar refreshing namun aplikasi games telah menjadi sebuah bisnis industri yang sangat besar. Games yang dahulu sering dikaitkan dengan masa kanak – kanak ternyata telah menyedot perhatian remaja dan bahkan orang-orang dewasa saat ini.

Game berarti (hiburan). Permainan game juga merujuk pada pengertian sebagai “kelincahan intelektual” (intellectual playability).

Sementara kata (game) bisa diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya.

Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal.

Namun disini penulis berharap peran pemerintah dan penggiat dunia per-game-an untuk selektif terhadap permainan yang pantas atau tidak pantas untuk dipasarkan.

Apalagi saat ini dipertontonkan secara masa atau siaran langsung didunia media sosial ‘Facebook”. sebagaimana yang saat ini beredar berbagai permainan game dipertontonkan secara live.

Dalam sebuah game, yang mana game tersebut menayangkan tontonan yang tidak pantas untuk ditayangkan, meskipun bentuknya hanya permainan orang orangan , namun disana ada permainan yang menyajikan permainan seks. akan hal ini cukup mengherankan saja, kenapa permainan ini sangat didukung didunia digital yakni (Teknologi).

Apakah saat ini kita mengikuti budaya barat sehingga dibebaskan nya sesuatu yang negatif menjadi positif terhadap dunia tekhnologi yang diciptakan oleh negara luar.

Negara kita ini memang demokrasi, namun punya aturan tegas, jangan sampai demokrasi kita diera teknologi bisa menambah merusak generasi muda Indonesia sebagai penerus bangsa di masa sekarang dan mendatang. hal ini memang nampaknya sepeleh, namun kerusakan moral berdampak buruk dalam segala aspek kehidupan.

Ini tugas bagi pemerintah dalam hal memberikan aturan sebagai bentuk melindungi warga negara dari berbagai ancaman, termasuk ancaman moral dan memudarnya nilai – nilai kemanusiaan yang beradab. karena generasi kita jangan sampai rusak dengan kemajuan teknologi dan tontonan yang tidak pantas dipublikasikan diaplikasi manapun.

Tidak menutup kemungkinan tidak adanya pembatasan dalam sebuah kemajuan apapun, baik bidang teknologi, industri dan lain sebagainya. berharap kemajuan teknologi yang semakin berkembang ini peran pemerintah harus mempunyai aturan tegas berdasarkan norma hukum yang berlaku, agar generasi kita tidak berdampak negatif terhadap kemajuan teknologi dunia ini.

Dan untuk anak – anak dibawah umur, remaja peran orang tua perlu dalam mengawasi anak – anak dalam kegiatan memegang handphone, merujuk pada apa yang yang di lihatnya dan apa yang dimainkannya dalam memegang handphone atau komputer tersebut. tak hanya permainan game saja, aplikasi lainnya juga digunakan untuk hal hal yang negatif demi mengharapkan sesuatu.

Ingatlah dunia ini tipu tipu muslihat saja dan sejatinya kehidupan kita kelak akan ada yang abadi setelah mati. Firman Allah SWT sudah dijelaskan dalam (QS. Al-Hadîd: 20).

Penulis Merupakan Praktisi Hukum atau Pengacara Di Kantor Hukum BPS And Partners. Wa: 082282678118

Bengkulu

Praktisi Hukum dan Pemerhati Keadilan Ekonomi Mikro Bengkulu Kirim Surat Terbuka

Published

on

 2,442 X dibaca hari ini

SURAT TERBUKA UNTUK KEMENTERIAN PERDAGANGAN, BADAN STANDARDISASI NASIONAL, APARAT PENEGAK HUKUM, DAN PARA PEMANGKU KEBIJAKAN DI REPUBLIK INI

Perihal: Jangan Jadikan Pedagang Mikro sebagai Tersangka, Lindungi Mereka dari Jeratan Hukum atas Ketidaktahuan

Kepada Yth:

1.Menteri Perdagangan Republik Indonesia

2.Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN)

3.Kepala Kepolisian Republik Indonesia

4.Kepala Kejaksaan Republik Indonesia

5.Ketua Ombudsman Republik Indonesia

6.Ketua Komisi VI dan IX DPR RI

7.Para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-Indonesia

di Tempat

Dengan hormat,
Kami menulis surat ini sebagai bentuk keprihatinan, seruan keadilan, dan pembelaan hukum atas nasib para pedagang mikro di seluruh pelosok negeri, yang hari ini bisa saja terancam dijadikan tersangka dan dapat diduga menjadi pelaku tindak pidana hanya karena menjual produk yang tidak memiliki label SNI atau dianggap ilegal. Sementara sesungguhnya mereka hanyalah korban dari lemahnya sistem pengawasan distribusi dan keterbatasan pengetahuan.

Kami menolak kriminalisasi rakyat kecil yang menjual barang secara terbuka di lapak-lapak kaki lima, pasar rakyat, atau kios sederhana tanpa memiliki pengetahuan teknis soal legalitas barang, sistem standardisasi, atau keabsahan jalur distribusi. Mereka tidak memiliki akses informasi memadai tentang standar produk, dan tidak dibekali kemampuan mendeteksi apakah suatu barang telah tersertifikasi oleh BSN atau belum.

Apakah ketidaktahuan karena keterbatasan pendidikan dan ekonomi pantas dijatuhi pasal pidana? Apakah negara akan membiarkan rakyat kecil dihukum karena kegagalan sistem pengawasan yang semestinya menjadi tanggung jawab negara?

Prinsip Hukum Harus Ditegakkan secara Adil dan Berperikemanusiaan Dalam hukum pidana modern, terdapat asas mens rea (niat jahat) sebagai dasar pemidanaan. Tidak cukup seseorang melakukan perbuatan, tetapi harus terbukti ada kesengajaan atau kelalaian berat. Pedagang kecil yang menjual barang non-SNI bukanlah penjahat, bukan importir, bukan penyelundup, dan bukan pelaku korporasi yang memperkaya diri. Mereka adalah rakyat yang mencari nafkah, yang menjual barang apa adanya, demi sesuap nasi, demi menyekolahkan anak ,menyambung hidup demi masa depan, dan mereka tanpa pengetahuan memadai mengenai regulasi teknis.

Kami mengingatkan negara untuk mengedepankan ultimum remedium, bahwa hukum pidana adalah jalan terakhir. Terlebih jika menyangkut sektor informal dan rakyat kecil yang bahkan tidak paham cara membaca label SNI, membedakan SNI yang asli dan palsu.

Faktanya Pedagang Kecil Bukan Sumber Barang Ilegal:
– Barang non-SNI masuk ke pasar karena gagalnya pengawasan impor dan distribusi oleh negara.

– Pedagang mikro bukan pelaku utama, melainkan titik akhir dari rantai pasokan.

– Negara tidak bisa gagal dalam pengawasan, lalu menghukum mereka yang paling lemah.

Kami Menuntut:
1. Hentikan kriminalisasi terhadap pedagang mikro yang menjual produk non-SNI karena ketidaktahuan.

2. Evaluasi sistem pengawasan peredaran barang di lapangan yang tidak menyentuh distributor besar, namun membidik rakyat kecil.

3. Buat kebijakan pembinaan dan edukasi nasional, bukan kebijakan represif yang menimbulkan ketakutan.

4. Libatkan organisasi pedagang pasar dan UMKM dalam sosialisasi hukum standardisasi barang.

5. Tegakkan keadilan progresif yang memihak pada yang lemah, bukan tunduk pada simbol hukum kaku yang mengabaikan realitas sosial.

Sebagai Penutup:
Kami mengajak seluruh aparatur negara untuk tidak menjadikan hukum sebagai alat pemukul rakyat kecil, melainkan sebagai pelindung dan pengayom mereka. Keadilan bukan sekadar ketegasan pada teks hukum, tapi juga keberanian melihat akar masalah secara jernih. Jangan biarkan pedagang mikro menjadi tumbal dari sistem distribusi yang dikuasai pemodal besar dan pengawasan negara yang lemah.
Jangan biarkan hukum kehilangan kemanusiaannya.

Hormat Kami,
Bayu Purnomo Saputra
Praktisi Hukum dan Pemerhati Keadilan Ekonomi Mikro Bengkulu, Indonesia. 

Continue Reading

Bengkulu

Birokrasi dan Cinta, Dilema TNI yang Sulit Mendapatkan Izin Cerai

Published

on

 12,662 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Fenomena perceraian di kalangan anggota militer sering kali kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, Salah satunya adalah kesulitan mendapatkan izin dari atasan untuk perceraian. Adapun beberapa alasan yang mendasari hal ini antara lain :

▪︎ Regulasi dan Prosedur Militer, Anggota militer biasanya terikat pada prosedur yang ketat terkait dengan status perkawinan. Izin dari atasan sering diperlukan untuk memproses perceraian, yang bisa membuatnya lebih sulit.

▪︎ Stigma dan Kode Etik: Perceraian di kalangan militer dapat dianggap sebagai pelanggaran norma atau kode etik. Hal ini dapat menyebabkan tekanan sosial dan stigma bagi anggota militer yang ingin bercerai.

▪︎ Komitmen dan Loyalitas: Terdapat nilai-nilai kuat tentang komitmen dan loyalitas dalam dinas militer. Anggota militer mungkin merasa tertekan untuk mempertahankan pernikahan demi reputasi atau untuk tidak mengecewakan rekan-rekan mereka.

▪︎ Dampak pada Karier: Perceraian dapat mempengaruhi karier seorang anggota militer, termasuk peluang promosi atau penugasan. Hal ini dapat membuat individu ragu untuk mengambil langkah perceraian.

▪︎ Kondisi Emosional dan Psikologis: Stres yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan militer dapat memperburuk kondisi hubungan, membuat perceraian terasa lebih rumit dan menakutkan.

Karena faktor-faktor tersebut, anggota militer sering kali menghadapi tantangan tambahan ketika mempertimbangkan perceraian.

Berbagai alasan diatas, juga anggota TNI mungkin sulit untuk meminta izin bercerai kepada atasan. Dikarenakan ada norma dan tradisi yang kuat dalam militer yang menekankan stabilitas keluarga dan komitmen, Perceraian ini dapat dianggap sebagai kegagalan dalam menjaga keharmonisan tersebut, dan anggota TNI juga ada tekanan dari hierarki sehingga rasa malu yang mungkin dirasakan anggota TNI, Mereka mungkin khawatir tentang dampak perceraian terhadap karier dan reputasi mereka di lingkungan militer. Serta proses perizinan mungkin rumit dan memerlukan alasan yang kuat. Hal ini bisa menjadi penghalang bagi mereka yang ingin bercerai tetapi tidak ingin melalui prosedur yang panjang dan rumit.

Akhirnya, peraturan internal TNI juga bisa menjadi faktor, di mana ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sebelum izin bercerai diberikan. Semua faktor ini berkontribusi pada kesulitan yang dihadapi anggota TNI dalam meminta izin bercerai.

Dalam konteks TNI (Tentara Nasional Indonesia), pernikahan dan perceraian dapat terjadi seperti pada masyarakat umum, meskipun ada aturan dan norma tertentu yang mengatur kehidupan prajurit seperti yang dipaparkankan diatas, Perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan termasuk masalah pribadi, kesesuaian, atau tekanan yang dihadapi akibat tugas militer. Namun, prosesnya mungkin lebih ketat dan diatur oleh peraturan internal TNI untuk menjaga disiplin dan stabilitas.

Namun TNI juga dapat mengajukan perceraian dengan alasan yang tepat untuk bisa dipertimbang kan,  diantara  nya  adalah:
▪︎ Kesejahteraan Mental dan Emosional: Jika pernikahan menyebabkan stres berat atau masalah mental, perceraian bisa menjadi solusi untuk menjaga kesehatan mental.

▪︎ Tugas dan Tanggung Jawab: Tugas yang seringkali menuntut mobilitas tinggi dan risiko yang besar dapat mengganggu hubungan, sehingga perceraian mungkin dianggap perlu.

▪︎ Perbedaan yang Tak Teratasi: Ketika pasangan mengalami perbedaan pandangan atau tujuan hidup yang signifikan dan tidak dapat diselesaikan, perceraian bisa menjadi pilihan terakhir.

▪︎ Dukungan Keluarga: TNI seringkali memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarga, dan jika pernikahan tidak mendukung itu, perceraian bisa menjadi langkah untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak.

▪︎ Kesehatan Fisik dan Keamanan: Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau situasi berbahaya, perceraian dapat menjadi cara untuk melindungi diri dan anggota keluarga.

▪︎ Peraturan Internal dan Etika: TNI memiliki regulasi dan kode etik yang bisa mendukung keputusan perceraian dalam konteks yang tepat, termasuk untuk menjaga citra dan profesionalisme.

Setiap situasi tentunya unik dan memerlukan pertimbangan yang matang.

Penulis Adakah Praktisi Hukum Dari Kantor Advokat & Mediator BPS And Partners
WhatsApp : 0822-8267-8118

Continue Reading

Bengkulu

No Viral No Justice, Pemerintah Belum Maksimal Atasi Persoalan Mafia Tanah di  Negeri Merah Putih

Published

on

 1,585 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Bayu Purnomo Saputra, Praktisi hukum dari kantor Advokat & Mediator BPS And Partners Prov.Bengkulu tegas Menyatakan bahwa pemerintah belum mampu atasi problem mafia tanah di- Negeri Indonesia, pasalnya masih banyak yang terdzolimi atas peristiwa penyerobotan tanah dengan benteng surat SKT atau pun jual beli, yang mana hasil pembuatan SKT dan jual belipun bisa diduga rekayasa, bukti surat sebagai tameng agar tidak masuk Keranah hukum pidana, namun dialihkan keranah keperdataan, ini yang terkadang rumit diatasi bila keberpihakan dalam sistem peradilan tidak mengarah pada yang terdzolimi, melainkan berpihak pada yang mendzolimi.

Banyak cara oknum mafia tanah belagak menjadi Korban ( Playing Victim ), Akan tetapi dia pelaku yang berkonspirasi dengan pihak yang berwenang dalam pembuatan surat menyurat, sehingga semua sudah terakomodir.

Beberapa modus operandi mafia tanah yaitu pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal, mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi, kejahatan korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, jual beli tanah yang dilakukan seolah-olah secara formal, dan hilangnya warkah tanah. Mafia tanah harus diberantas.

Menyimak kasus yang tengah terjadi, diarea tanggerang, yang mana kasus tersebut sudah berlangsung selama 8 tahun yang lalu dan Tidak Ada KEPASTIAN HUKUM ATAS HAK tanah Mereka.

Ahli waris bersama kuasa hukumnya Tawakal law firm telah melakukan aksi di depan kantor ATR/BPN kota Tangerang.

Pemilik sah SHM pada tahun 1969 yang secara fisik sudah mereka tempati selama 48 tahun.

Pada tahun 2006 ada SHM tahun 2007 yang telah overlap (Tumpang Tindih) sebagian dengan tanah Mereka (Ahli Waris).

Tanah mereka (Ahli waris) di serobot dari tahun 2006 sejak terbit nya SHM tahun 2007.

Mereka sudah melakukan upaya hukum sejak tahun 2016 silam, yang mana sejak diketahuinya bahwa tanah Mereka diserobot oleh pihak yang membawa bukti SHM tahun 2007.

Adapun tuntutan mereka bersama kuasa hukumnya Tawakal law firm, adalah:
1. Sertipikat hak milik nomor 2007/ kelurahan tanah tinggi, tanggal 12 Desember 2006 dengan surat ukur nomor 392/tanah tinggi/2006 tanggal 5 desember 2006 luas 685 meter persegi atas nama RR Nani Hartini yang beralih ke Nilashanti Umar Wirahadikusumah tidak sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum karena dalam Surat Pemberitahuan Perkemba ngan Hasil Penyelidikan (SP2HP) teregister Nomor B/291/VIII / 2016/RESKRIM yang menyatakan telah di dapat dari PUSLABFOR BARESKRIM POLRI fakta otentik yang diduga dipalsukan yang terdapat pada gambar ukur no. DI-32:522/2006 dipetakan tanggal 2 Mei 2006 atas nama pemohon RR. Nani Hartini sesuai surat dari KAPUSLABFOR MABES POLRI Nomor. R/1686/V/ 2016/PUSLABFOR Tanggal 16 Mei 2016, dengan hasil adalah Tanda Karangan atau Spurious signature,
2. Mencabut atau menganulir SHM 2007 karena terbukti adanya peristiwa pidana pemalsuan akta otentik dalam gambar ukur
3. Mendesak agar kepala kantor pertanahan kota Tangerang melaporkan hasil gelar perkara sesuai dengan apa yang tertuang dalam surat jawaban nomor 4681/3.671/VIII/2023 tertanggal 31 agustus 2023
4. Ahli waris dan kuasa hukumnya Tawakal law firm sedang melakukan upaya hukum yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tanggerang.

Dan mereka memberi pernyataan bersama kuasa hukumnya Tawakal law firm secara terbuka,  untuk memohon agar persoalan tanah mereka di wilayah hukum kantor pertanahan kota Tangerang diselesaikan sebagaimana mestinya.

Bayu, selaku praktisi hukum juga meminta pemerintah agar dapat turut serta/ikut andil dalam memonitor dan menyelesaikan peristiwa ini, khususnya Menteri ATR/BPN, dan Bapak Kapolri, karena hal ini biasanya ada dugaan keterlibatan yang diistilahkan OD ” Orang Dalam” dalam melancarkan terbitnya sertifikat tersebut.

Dari peristiwa hukum yang terjadi tersebut adalah gambaran peristiwa hukum, bahwa pemerintah maupun penegakan hukum belum maksimal melakukan aksi- aksi untuk memberantas mafia tanah di belahan negara Indonesia, dan patutnya pemerintah dan aparat penegak hukum (POLRI), saat ini harus tegas dalam upaya pemberantasan mafia – mafia tanah, guna untuk mencapai kedamaian, keamanan bagi masyarakat sekitar, hakikatnya hukum adalah perlindungan masyarakat, keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi ( Salus Populi Suprema Lex Esto). ***

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!